19. Dinamika Organisasi dan Pengembangan Kualitas
Kemahasiswaan
“berikan aku sepuluh
mahasiswa, maka akan kupindahkan gunung himalaya ke laut pasifik” (Bung Karno)
Dalam ilmu sosial, manusia disebutkan sebagai makhluk social (zoon politicon) yang
mempunyai kebutuhan untuk hidup berkelompok, bersama-sama, berinteraksi satu
sama lain, berkomunikasi dan saling membutuhkan sekaligus saling mempengaruhi.
Setiap individu merupakan satu subyek yang berdiri sendiri, namun dia tidak
mungkin bisa terlahir kedunia ini tanpa adanya perantaraan orang lain diluar
dirinya. Karena itu setiap orang merupakan bagian atau “onderdil” dari suatu
masyarakat/kelompok. Sebab itu pula kehidupan masing-masing orang juga
ditentukan (determiner)
serta dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Organisasi dan Dinamika Berkelompok
Kata
organisasi merupakan kata yang sudah sangat akrab ditelinga setiap orang, konon
lagi bagi mahasiswa yang berjiwa aktivis, organisasi sudah tentu menjadi wadah
yang senantiasa mengasah kreativitas sekaligus tempat yang sangat tepat untuk
aktualisasi diri. Hanya saja dalam banyak kasus ditemukan masih banyak kita
(mahasiswa) yang tersentak ketika diminta menjelaskan pemahaman organisasi itu
sendiri, baik pemaknaan maupun tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara umum dapat didefinisikan
dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih dan memiliki
cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama, dimana kehadiran
masing-masing individu mempunya arti serta nilai bagi individu lainnya. Keberadaan
setiap orang dalam organisasi adalah saling mempengaruhi yang kemudian
melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara timbal balik (feed back), inilah yang
disebut dengan dinamika organisasi atau kelompok.
Salah satu
unsur yang esensial dan substansial dalam kehidupan berkelompok atau
berorganisasi adalah sikap interdependensi satu anggota dengan anggota lainnya,
yaitu saling ketergantungan, dimana setiap anggota harus bisa bekerja sama
dengan anggota yang lain di interternal organisasi atau dengan pihak lain
diluar organisasi. Karena itu semboyan “sadar diri sadar peran” sangat penting
dipahami oleh setiap anggota organisasi agar tidak terjadi duplikasi atau salah
peran dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat organisasi bagi individu
Setelah
memahami pemahaman organisasi, tentu saja pertanyaan berikutnya adalah apa
fungsi bagi setiap individu (baca: mahasiswa) terlibat dalam organisasi?. Jawaban
dari pertanyaan ini akan berbeda-beda dari orang yang satu dengan lainnya, hal
itu sangat tergantung dari misi atau cita-cita awal sebuah organisasi dibentuk
atau setiap individu ikut dalam suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika menginterview (screening test) calon
Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban muncul dari sang
mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang mengatakan dengan
berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani berbicara di depan orang
banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan pacar, dan sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi organisasi bagi individu
diantaranya, adalah memberikan ruang hidup psikologis serta ruang
sosial yang akan
memunculkan “sence of belonging” untuk berprestasi dan bekerjasama, melahirkan
semangat kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit
de corps, memberikan
rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial (merasa dihargai, diakui,
diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan dari lingkungan), pemikiran/wawasan
menjadi lebih luas dan berkembang dengan masukan, ide, pendapat yang berbeda
antar anggota, maupun mendapatkan pengalaman baru dalam kehidupan sosial.
Fenomena Organisasi Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara maju maupun negara berkembang,
gerakan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa memainkan peranan penting dalam
gerakan pembaharuan (agent of
change) bangsa di tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada
masa pemberontakan dan revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada
kenyataannya merupakan kekuatan sosial, kekuatan
moral, dan sekaligus kekuatan politik yang dilandasi dengan semangat tri
darma perguruan tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan mahasiswa dapat
dikelompokkan dalam beberapa tipe;pertama, mahasiswa “kutu
buku”, yaitu mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik
atau hanya mengejar indeks prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain
dalam lingkungan kampus.Kedua, mahasiswa “fungsionaris
kampus”, yaitu mereka yang sibuk dengan aktivitas organisasi
kampus dengan harapan atau iming-iming nantinya direkrut menjadi dosen di
kampusnya. Ketiga tipe“aktivis kampus”, aktif
dalam kehidupan kampus tapi mereka tidak duduk dalam suatu lembaga
kemahasiswaan, dan keempat, mahasiswa “pragmatis”,
biasanya mahasiswa seperti ini hanya ingin terlibat dalam aktivitas dunia
mahasiswa jika membawa keuntungan material (provit
oriented).
Dalam
konteks ke-Acehan kini, tidak dapat dibantah bahwa sudah sangat banyak
tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad Nazar dengan SIRAnya diawal reformasi,
Islamuddin dengan SMURnya, yang nota bene aktivitis kampus yang muncul
kepermukaan sebagai sosok fenomenal dalam gerakan-gerakan pembangunan daerah
yang dilakukan pemerintah. Banyaknya organisasi mahasiswa diluar kampus yang muncul,
seperti GPP, SMUR, SIRA, HMI, KAMMI, dan sebagainya ternyata telah memberikan
warna baru tersendiri dalam dinamika politik dan pembangunan.
Kesemua
sosok muda pembaharuan bangsa, baik ditingkat lokal maupun nasional adalah
mereka yang berasal dari organisasi kemahasiswaan dari berbagi perguruan tinggi
di Aceh maupun luar Aceh, artinya bahwa tokoh-tokoh muda itu adalah orang muda
yang sudah cukup mapan bergelut serta melakukan proses aktualisasi diri yang
panjang dalam organisasi mahasiswa. Karenanya jarang sekali ditemukan adanya
tokoh yang muncul secara solo atau tanpa background organisasi.
Pengembangan
kualitas mahasiswa tentu tidak bisa juga semata-mata dititik beratkan pada
keterlibatan seorang mahasiswa dalam organisasi baik intra kampus maupun ektra
kampus. Namun sangat dipengaruhi juga oleh faktor motivasi diri yang dilakukan
oleh setiap orang dalam rangka menstimulasi atau menggali potensi diri yang
dimilikinya. Dalam hal peningkatan kualitas kemahasiswaan, keterlibatan si
mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan haruslah ditempatkan pada satu sisi
sebagai media motivasi diri yang berasal dari luar untuk memunculkan potensi
diri yang ada, artinya keinginan seseorang atau mahasiswa berorganisasi tidak
semestinya dimaknai sebagai langkah meraih kekuasaan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar