BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi
tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah
memnbudaya di Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk memberantas korupsi
memang bukan suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan
pelaksanaan hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang
berkeliaran di Indonesia, dan masih sangat pintar para korupsi untuk
mengelabuhi menyuap agar kasus tersebut tak segera muncul dipermukaan.
Seperti kasus dalam makalah ini, kasus Aulia Pohan yang telah merugikan negara
sebanyak 100 Milyar Rupiah. Namun besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu
hanya diberi hukuman dua pertiga dari hukuman yang seharusnya dijalani. Hal
tersebut karena remisi yang didapatkan Aulia Pohan sehari setelah hari
peringatan proklamasi Indonesia. Aulia Pohan tidak bermain sendiri, dalam kasus
ini mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu menyeret beberapa nama. Ini
merupakan tamparan besar bagi keluarga kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kasus Aulia Pohan ini pun mengalami banyak pro dan kontra. Pasalnya Aulia tidak
turut memakan uang hasil korupsi tersebut.
Ini merupakan sedikit gambaran bahwasanya perkorupsian di Indonesia masih
sangat membudidaya dan belum mampu diberantas hingga akar-akarnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Terjadinya kasus – kasus korupsi menimbulkan masalah di berbagai
bidang di kehidupan kita. Antara lain masalah dibidang ekonomi, politik, dan
ketatanegaraan. Contohnyan adalah terjadinya penurunan rasa kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah.
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui pelanggaran – pelanggaran yang
dilakukan oleh tersangka korupsi.
2. Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi nilai – nilai dan norma –
norma di dalam etika pekerjaan, khususnya nilai kejujuran.
BAB II
SEKILAS TENTANG KORUPSI
A. PENGERTIAN
KORUPSI
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
B.
MACAM –MACAM KORUPSI
Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya,
terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu :
1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam
pengadaan
6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
Dari definisi
tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model
korupsi yaitu:
1.
Model korupsi lapis pertama : Berada dalam bentuk
suap (bribery), yakni dimana pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa
dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar
denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta
balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayanan public lainnya.
2.
Model korupsi lapis kedua :
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan
hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Pada korupsi dalam
bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota
jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
3.
Model korupsi lapis ketiga :
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh
lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha
maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang
menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
C. SEBAB –
SEBAB TERJADINYA KORUPSI
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi,
secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga /
golongannya sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:
ü Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
ü Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
ü Kurangnya pendidikan.
ü Adanya banyak kemiskinan.
ü Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
ü Struktur pemerintahan.
ü Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll
D.
CIRI – CIRI KORUPSI
Ada bermacam – macam ciri korupsi. Menurut ahli sosiolog dalam bukunya
menerangkan beberapa ciri koruptor, yaitu:
Ø Korupsi senantiasa
melibatkan lebih dari satu orang.
Ø Korupsi pada umumnya
melibatkan keserbarahasiaan.
Ø Korupsi melibatkan
elemen kewajiban dan keuntungann timbal balik.
Ø Berusaha menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
Ø Setiap tindakan korupsi mengandung
penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
Ø Setiap
bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
Ø Perbuatan korupsi melanggar norma-norma
tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
BAB III
ISSU KASUS KORUPSI
Dalam makalah ini saya akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus
yang dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia
Pohan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus korupsi untuk
kesekian kalinya. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan tersandung
dakwaan kasus korupsi. Aulia Pohan dianggap melakukan penyalahgunaan dana
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kasus ini menyeret pula beberapa nama yaitu Maman H. Soemantri,
Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim Tadjudin . Terjadi pro dan kontra dalam kasus
ini, dikarenakan menurut pemberitaan Aulia Pohan tidak ikut memakan hasil
korupsi tersebut sedangkan disisi lain Aulia Pohan bersalah karena memiliki ide
tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya mengganjar
besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5 tahun penjara.
Sama hal nya dengan rekan – rekannya yang mendapatkan hukuman penjara 4 hingga
4,5 tahun penjara serta denda masing-masing Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah). Dalam putusan itu, majelis hakim sesungguhnya tidak kompak. Empat
hakim, yakni Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan Slamet Subagyo
menilai bahwa Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya dinilai terbukti
bersalah dengan dakwaan primer yang melanggar Pasal 2 (1) UU Pemberantasan
Tipikor dan melanggar pasal 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hakim
Hendra Yospin, anggota majelis yang lain, menilai Aulia Pohan bersama dengan
rekan – rekannya telah menyetujui pencairan dana Rp 100 miliar itu di luar
sistem anggaran.
Pada saat peringatan HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia
Pohan bersama dengan rekan – rekannya mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga terpidana korupsi aliran dana
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Bank Indonesia menerima
pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus
2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya resmi bebas bersyarat. Seperti yang
diungkapkan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, “Dia sudah boleh pulang ke
rumah, tapi tidak boleh kemana - mana sampai masa tahanannya berakhir. Untuk
bebas bersyarat, syaratnya harus juga sudah membayar semua denda kepada
negara.” Pembebasan bersyarat itu diterima Aulia setelah dia menjalani dua
pertiga masa tahanan. Aulia Pohan ditahan sejak 27 November 2008. Sebelumnya,
Mahkamah Agung telah mengurangi hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi
tiga tahun penjara.
BAB IV
ANALISIS PELANGGARAN HUKUM,
NILAI, NORMA DAN ETIKA
A.
PELANGGARAN BERDASARKAN DENGAN HUKUM MATERIL
Hukum
materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat dihukum.
Dalam contoh kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar pasal 2
ayat 1 UU pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan
tipikor yang berisi Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
B.
PELANGGARAN BERDASARKAN DENGAN HUKUM PIDANA
Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan
kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum. Kasus Aulia Pohan termasuk
dalam peanggaran hukum pidana bukan pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia
Pohan telah melanggar kepentingan umum yaitu merugikan keunangan negara.
C.
PELANGGARAN NILAI DAN NORMA
Nilai
adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu
sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang
melekat pada sesuatu itu. Sedangkan norma adalah wujud yang kongkrit dalam
tingkah laku untuk memberikan penilaian tersebut. Dalam kasus ini Aulia Pohan
telah melakukan pelanggaran terhadap nilai – nilai dan norma – norma kejujuran.
D. PELANGGARAN
ETIKA
Etika
adalah suatu sikap yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu,
atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan ajaran moral. Dalam kasus ini, Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran
etika dalam pekerjaan. Aulia Pohan melanggar kode etik pekerjaan, yaitu
melakukan suatu pekerjaan diluar kewenangannya.
BAB V
ANALISIS KASUS DARI
BERBAGAI PERSPEKTIF
1. Sosiologi
Hukum
Sosiologi
hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris dan analitis
mempelajari hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial dan
gejala-gejala sosial lainyya. Sosiologi hukum juga memperjelas praktik-praktik hukum.
Dalam makalah ini,
Aulia Pohan terbukti menuangkan suatu ide dalam penyalahgunaan sana YPPI. Hal
tersebut melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski hasil korupsi tersebut
tidak satu rupiahpun Aulia nikmati namun Aulia Pohan telah memperkaya orang
lain dengan penyalahgunaan dana tersebut. Apa yang dilakukan Aulia dan
kawan-kawan telah merugikan uang negara.
2. Ekonomi
Hukum
Ekonomi
hukum adalah suatu ilmu yang dapat digunakan dalam hukum untuk mengetahui ada
tidaknya kerugian terhadap keuangan negara. Kasus Aulia Pohan merupakan kasus
korupsi, maka ilmu ekonomilah yang snagat membantu dalam proses pembuktiannya.
Aulia pohan telah merugikan uang negara sebesar 100 Milyar rupiah.
3. Politik
Hukum
Suatu
proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-ketegangan yang ada
dalam masyarakat. Aura politis ada dalam penyalahgunaan dana YPPI yang menyeret
Aulia Pohan ke meja hukum. Aulia dan kawan-kawan bekerjasama dalam pencairan
dana tersebut. Pembebasan Aulia Pohan juga diduga mengandung unsur politik.
Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang presiden yang artinya bebasnya
Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang presiden beserta partain ya.
Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu hukuman yang di tetapkan
hakim.
BAB VI
SOLUSI DARI KASUS KORUPSI
Dalam
melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
v Pendekatan pada
posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
v Pendekatan pada
posisi perbuatan korupsi terjadi,
v Pendekatan pada
posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga
strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1.
Strategi
Preventif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2.
Strategi
Deduktif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat
berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi
suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin
ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3.
Strategi
Represif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak
pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi
pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas
dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah
ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi,
serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan
korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan
kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik
yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas
korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat
hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan
pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada
dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan
menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian
menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur
organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus
mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang
melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan
tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang,
dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai
perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga
pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama
generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang
bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan
menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang
optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan
tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan
martabat kehidupan.
5. Perlu adanya sanksi yang tegas. Selama ini sanksi yang
diberikan kepada para pelaku tindak pidana korupsi sangatlah ringan. Seperti
contoh kasus Aulia Pohan ini, dia hanya menerima hukuman 4,5 tahun penjara.
Bahkan Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya menerima
pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus
2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya resmi bebas bersyarat. Seharusnya
remisi dihapuskan bagi para tersangka tindak pidana korupsi. Serta perlu adanya
hukuman mati bagi mereka yang melakukan tindak pidana korupsi.
6. Memiskinkan harta para tersangka tindak pidana
korupsi. Hal ini perlu dikukan agar para pelaku tindak pidana korupsi tidak
bias lagi menggunakan harta mereka yang notabene bersumber dari negara tersebut
untuk melakukan suap terhadap para pelaku peradilan, contohnya suap terhadap
hakim.
BAB VII
PENUTUP
KESIMPULAN
Mencegah korupsi tidaklah begitu
sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan
rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan
sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi
tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi
karena faktor mental itulah yangsangatmenentukan.
Pemerintah
Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan pemberantasan korupsi melaui
proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Namun semuanya juga harus melihat dari sisi
individu yang melakukan korupsi, karena dengan adanya faktor-faktor yangt
menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi pemberantasan korupsi
yang lebih diarahkan kepada upaya-upaya pencegahan berdasarkan strategi
preventif, disamping harus tetap melakukan tindakan-tindakan represif secara
konsisten. Serta sukses tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak hanya
ditentukan oleh adanya instrument hukum yang pasti dan aparat hukum yang
bersih, jujur,dan berani serta dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga
dari political will pemimpin negara yang harus menyatakan perang
terhadap korupsi secara konsisten.
Jika
semua itu dilakukan dengan benar, serta adanya sanksi yang tegas bagi para
koruptor, maka negara kita pasti akan terbebas dari KORUPSI.