25. Organisasi pergerakan nasional
1. Masa Awal Perkembangan
Perkembangan organisasi-organisasi dalam pergerakan nasional pada masa awal
ditandai dengan munculnya organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische
Partij. Marilah kita cermati perkembangan organisasi-organisasi tersebut, kita hayati
agar kita dapat meneladani perjuangan tokoh-tokohnya.
Perkembangan pergerakan nasional di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Budi Utomo (BU)
Seorang dokter Jawa bernama dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906 dan
1907 meng-adakan perjalanan kampanye di kalangan priyayi di pulau Jawa. Ia
menyampaikan pendapat untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Pendidikan ini akan diusahakan sendiri tanpa bantuan pemerintah kolonial dengan
mendirikan Dana Pelajar atau Studiefonds, untuk
membantu para pelajar yang kurang mampu agar dapat
melanjutkan sekolah.
Dalam perjalanannya, pada akhir tahun 1907 dr. Wahidin
Sudirohusodo bertemu dengan Sutomo, mahasiswa STOVIA
di Jakarta. Sutomo menyampaikan gagasan dr. Wahidin
Sudirohusodo kepada teman-temannya di STOVIA.
Mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang sudah memiliki citacita
meningkatkan kedudukan dan martabat bangsa itu
terdorong oleh kampanye yang dilakukan dr. Wahidin
Sudirohusodo.
Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dan
kawan-kawannya berkumpul di ruang anatomi gedung
STOVIA. Mereka sepakat mendirikan organisasi Budi
Utomo. Para mahasiswa yang tergabung dalam Budi Utomo
ini adalah Sutomo sebagai ketua, Moh. Sulaeman sebagai
Wakil Ketua, Gondo Suwarno sebagai Sekretaris I, Gunawan
Mangunkusumo sebagai Sekretaris II, Angka sebagai
bendahara, Muhammad Saleh dan Suwarno sebagai
komisaris. Juga beberapa nama lain yakni Suwardi, Samsu,
Suradji, Sudibyo, dan Gumbrek.
Dari bulan Mei sampai awal Oktober 1908, Budi Utomo
merupakan organisasi pelajar dengan intinya pelajar
STOVIA. Tujuan organisasi ini dirumuskan secara samarsamar,
yaitu kemajuan bagi Hindia, di mana jangkauan
geraknya pada penduduk Jawa dan Madura. Dalam waktu
singkat di beberapa kota berdiri cabang-cabang Budi Utomo
yakni Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya, dan
Probolinggo.
Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan kongres yang
pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu ditetapkan tujuan Budi Utomo adalah
kemajuan yang selaras (harmonis) buat negeri dan bangsa, terutama dengan
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri,
dan kebudayaan (kesenian dan ilmu). Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama
dipilih R.T.A. Tirtokusumo, bupati Karanganyar. Ia menjabat sampai tahun 1911.
Kemudian jabatan ketua Budi Utomo berturut-turut adalah Pangeran Aryo
Notodirodjo (1911-1914), R.Ng. Wedyodipuro (Radjiman Wedyodiningrat) tahun
1914-1915, kemudian R.M. Ario Suryo Suparto (1915). Setelah kepengurusan Budi
Utomo dipegang golongan tua maka para pelajar menyingkir dari barisan depan.
Budi Utomo semakin lamban kegiatannya setelah keluarnya Cipto Mangunkusumo
dan Suryodiputro. Aktivitas Budi Utomo pada waktu itu terbatas pada penerbitan
Majalah Goeroe Desa. Sejak tahun 1912 ketika Pangeran Notodirodjo menjabat
ketua, Budi Utomo berusaha mengejar ketinggalan tetapi tidak banyak hasilnya
Partij.
Sejak pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914 sampai 1919 terlihat usahausaha
Budi Utomo terjun ke bidang politik. Akan tetapi karena tidak mendapat
dukungan massa maka kedudukan secara politik kurang begitu penting. Namun
ada hal yang penting yakni bahwa Budi Utomo merupakan organisasi sosial
kebangsaan yang pertama berdiri di Indonesia dan di situlah terdapat benih semangat
nasional yang pertama. Oleh karena itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei,
diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.
b. Sarekat Islam (SI)
Pada tahun 1909, Raden Mas Tirtoadisuryo mendirikan
perkumpulan dagang di Jakarta dengan nama Sarekat
Dagang Islam (SDI). H. Samanhudi seorang pedagang batik
dari Laweyan Solo merasa tertarik dengan organisasi dagang
ini. Akhirnya ia mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo
pada akhir tahun 1911. Tujuannya adalah untuk memajukan
agama, dan untuk memperkuat diri bagi golongan
pedagang-pedagang Indonesia terhadap pedagangpedagang
Cina. Pada waktu itu pedagang Cina memegang
peranan penting dalam leveransir bahan-bahan yang
diperlukan oleh perusahaan batik. Dalam mendirikan
Sarekat Dagang Islam di Solo, H. Samanhudi mengajak
pedagang-pedagang batik terkenal di antaranya
M.Asmodimejo, M. Kertotaruno, M. Sumowerdoyo, dan
H.M. Abdulrajak. Organisasi yang baru didirikan tersebut
diketuai oleh H. Samanhudi. Berdirinya Sarekat Islam selain didorong oleh faktor
ekonomi juga dilandasi oleh faktor agama.
Pada tanggal 10 September 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat
Islam. Hal ini dilakukan atas saran Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pelajar
Indonesia yang bekerja pada perusahaan dagang di Surabaya. Alasan perubahan
nama ini adalah agar perkumpulan itu jangkauannya lebih luas tidak terbatas pada
golongan pedagang saja.
Tujuan Sarekat Islam sesuai anggaran dasarnya adalah sebagai berikut.
1) Memajukan perdagangan.
2) Memberikan pertolongan kepada anggota-anggota yang mengalami kesulitan.
3) Memajukan kepentingan rokhani dan jasmani dari penduduk asli.
4) Memajukan kehidupan agama Islam.
Dalam waktu singkat Sarekat Islam berhasil mendapat anggota di kalangan
rakyat banyak sehingga meluas menjadi organisasi massa yang pertama di Indonesia.
Hal ini berbeda dengan Budi Utomo yang dalam praktiknya hanya beranggotakan
rakyat dari golongan atas.
Walaupun tujuan Sarekat Islam yang dirumuskan tidak bersifat politik, akan
tetapi kegiatan-kegiatannya memperjuangkan keadilan dan kebenaran dari
penindasan pemerintah kolonial. Kenyataan ini membuat pemerintah Hindia Belanda
merasa khawatir. Oleh karena itu, yang mendapat ijin pendirian hanya tingkat lokal/
cabang. Sedangkan ijin pendirian Sarekat Islam tingkat pusat ditolak. Bagaimana
menurut pendapat anda sikap Belanda yang demikian ini?
Kongres pertama Sarekat Islam dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 1913 di
Surabaya dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam kongres ini, beliau menerangkan
bahwa Sarekat Islam bukan partai politik dan tidak beraksi melawan pemerintah
Belanda. Pada waktu itu anggota Sarekat Islam semakin bertambah. Di Jakarta
berjumlah kurang lebih 12.000 anggota.
Kongres Sarekat Islam kedua dilaksanakan di Solo.
Kongres kedua ini memutuskan bahwa Sarekat Islam hanya
terbuka bagi rakyat biasa sedangkan pegawai pangreh praja
tidak boleh menjadi anggota. Hal ini dimaksudkan agar Sarekat
Islam tetap merupakan organisasi rakyat.
Perkembangan Sarekat Islam semakin pesat. Pada tahun
1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam Cabang. Pada bulan Februari
1915, Pimpinan Sarekat Islam membentuk pengurus pusat
yang dikenal dengan Central Sarekat Islam (CSI) yang
berkedudukan di Surabaya. Sebagai ketua kehormatan adalah
H. Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Raden
Gunawan sebagai wakil ketua. Pada tanggal 18 Maret 1916,
Central Sarekat Islam ini mendapat pengakuan dari pemerintah
Hindia - Belanda. Beberapa tokoh Sarekat Islam yang lain adalah Abdul Muis,
Wignyodisastro, dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiga orang ini merupakan pengurus
SI di Bandung. Tokoh lain yang bergabung ialah K.H. Agus Salim.
Pada tanggal 17 – 24 Juni 1916, diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di
Bandung. Kongres ini dinamakan Kongres (SI) Nasional Pertama. Jumlah cabang SI
ada 50, dan jumlah semua anggota pada waktu itu sudah mencapai 800.000. Dalam
kongres ini, SI mulai melontarkan pernyataan bahwa rakyat perlu diberi kesempatan
berpartisipasi dalam politik
Pada tanggal 20 – 27 Oktober 1917, SI mengadakan kongres yang keempat
(Kongres Nasional Kedua) di Jakarta. Dalam kongres ini di tubuh SI terdapat
perbedaan pendapat. Abdul Muis menyatakan perlunya SI berpartisipasi dalam
Volksraad. Sebaliknya, Semaun dan sebagian kecil pimpinan SI menolak ikut dalam
Volksraad. Perpecahan di dalam tubuh SI ini memberikan peluang kepada H.J.F.M.
Sneevliet dari golongan sosialis untuk memengaruhi sejumlah anggota SI Semarang
agar menjadi anggota ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging). Dengan taktik
infiltrasi inilah golongan sosialis berhasil menyusup ke dalam tubuh SI. Seorang
tokoh komunis yang pernah tinggal di Moskwa, Darsono menyatakan tidak percaya
pada kepemimpinan HOS. Tjokroaminoto.
Memasuki tahun 1920 Sarekat Islam pecah menjadi dua yaitu:
1) SI yang berpaham Islam, dikenal dengan SI Putih atau golongan kanan.
Kelompok ini dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto
yang berpusat di Yogyakarta.
2) SI yang berpaham Marxisme atau Komunisme, dengan SI Merah atau golongan
kiri. Kelompok ini dipimpin Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada akhir tahun 1921 (dalam kongres keenam) diputuskan adanya disiplin
partai yakni larangan anggota SI merangkap dua keanggotaan partai politik. Dengan
demikian kelompok Semaun dapat terdepak dari SI. Pada tahun 1923, kelompok
Semaun ini secara resmi diakui sebagai cabang Partai Komunis Indonesia dengan
nama Sarikat Rakyat.
Pada tanggal 17-20 Februari 1923, SI menyelenggarakan Kongres Nasional
ketujuh di Madiun. Nama SI pada waktu itu diubah menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Kemudian atas pengaruh dr. Sukiman yang baru pulang dari Belanda, PSI
diubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam perkembangannya
PSII pecah menjadi dua kelompok yakni kelompok Sukiman yang menghendaki
PSII menekankan pada asas kebangsaan, dan kelompok HOS Tjokroaminoto yang
menekankan pada asas agama. Kelompok Sukiman mendirikan partai baru yakni
Partai Islam Indonesia (PARII). Pada tahun 1940, PSII pecah lagi menjadi PSII
Kartosuwiryo. Inilah perkembangan Sarekat Islam di mana untuk mencapai
tujuannya harus menghadapi berbagai tantangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar